- Home >
- Gairah Ditengah Badai
Posted by : NashGore
Jumat, 20 Maret 2015
Namanya Apriliani, atau lebih akrabnya Pri. Dia satu kos-kosan denganku.
Kepribadiannya mirip cowok demikianpun postur tubuhnya. Badannya tegap
dan cara berjalannya gagah. Wajahnya tidak cantik, tapi lebih terkesan
tampan. Hidungnya mancung dengan mata setajam elang dan bibir yang
sedikit tebal. Rambutnya keriting sebatas bahu yang sering dikuncirnya
ketika kegerahan. Sebenarnya Pri ingin memangkas rambutnya seperti
potongan cowok, tapi selalu dilarang oleh kami.
"Kamu lebih pantes begini Pri, kayak Nicolas Saputra." kata Heny, salah
teman kosku juga waktu Pri mengutarakan ingin memangkas rambutnya.
Ya.. sekilas memang mirip Nicolas Saputra, terlebih lagi kulitnya putih
bersih. Pri itu orangnya pendiam dan sesekali mudah marah, dan paling
sering disuruh ngerjain pekerjaan-pekerjaan cowok di kos-kosan itu.
Pokoknya kecuali dadanya yang membusung, kelamin dan suaranya mungkin
Pri sudah dalam kategori laki-laki.
Yang paling aneh, teman-teman kosku justru yang nggak lesbian (berarti
kecuali Ayu yang waktu itu ngesex bareng aku) naksir pada Pri. Walaupun
mereka sadar benar lahir batin kalau Pri itu asli cewek. Kemana saja Pri
dikuntit dan ada saja yang cari perhatian Pri. Akupun sebenarnya suka
sih.. tapi sekedar melirik-lirik wajah gantengnya itu (sebab aku kan
bukan lesbian sejati, waktu sama Ayu itu kan kebetulan he.. he..).
Pokonya aku masih doyan cowok.
Hari itu aku hanya tinggal berdua dengan Pri di kos-kosan. Sejak
kemarin, teman-teman kosku pada mudik (termasuk Ayu) karena mulai
kemaren liburan semester sudah dimulai. Rencananya Pri akan pulang
besok, sedang aku seminggu lagi sebab ada urusan di BEM (aku termasuk
aktivis BEM). Sebelumnya kami bersikap wajar-wajar saja. Pri tidur di
kamarnya, aku di kamarku sendiri. Tak ada keinginan untuk tidur sekamar,
karena aku kurang suka dengan sikap Pri yang mudah marah.
Mendung yang menggantung sejak siang tadi tiba-tiba berubah menjadi
hujan yang lebat disertai angin. Waktu itu kira-kira pukul sembilan
malam, waktu aku sudah akan tidur. Sialnya atap kamarku bocor cukup
besar sehingga membasahi kasurku.
"Aduh sial! Gimana nih? Prii.. tolong kesini dong.." teriakku.
"Ada apa sih?" tanya Pri menuju kamarku.
"Bocor nih, gimana dong?"
"Kamarku sendiri juga bocor. Dasar rumah tua! Rumah beginian disewain!"
umpat Pri.
"Sudah deh, jangan marah-marah. Biasanya juga nggak gini, mungkin karena
hujan angin kali. Kalau begitu bantuin aku memindahkan barang-barang
ini, nanti kamu aku bantuin juga." ujarku.
Akhirnya Pri membantuku memindahkan barang-barang ke tempat yang kering.
Lalu akupun turut membantunya. Setelah selesai kamipun segera berkumpul
di ruang tengah dengan maksud tidur disitu, sebab kamar lainnya
terkunci dari luar. Kebetulan ada TV disitu, daripada jenuh karena nggak
jadi ngantuk aku menstel TV itu. Pri menghampiriku.
"Din, hujan-hujan begini enaknya ngapain?" tanya Pri.
"Enaknya tidur, tapi aku nggak jadi ngantuk nih." jawabku.
"Enaknya makan mie goreng yang masih panas sambil nonton film. Kayaknya
Inka punya film bagus deh." ujar Pri.
"Trus?"
"Yaa.. kamu kan terkenal pandai bikin mie goreng, aku belum pernah loh
ngerasain mie gorengmu." kata Pri sedikit merayu.
"Iya deh, aku buatin."
Lalu aku pergi ke dapur untuk membuat mie goreng. Aku kembali teringat
pergumulanku dengan Ayu yang awalnya karena mie goreng. Teringat itu aku
tersenyum sendiri. Setelah selesai aku bawa dua porsi mie goreng ke
ruang tengah. Tapi aku sempat terkejut melihat Pri yang meremas-remas
dadanya dengan nafas terengah-engah sambil memandangi layar kaca.
Ternyata film yang ditontonnya itu BF. Dadaku bergetar saat memandangi
wajah Pri yang telah berubah kulit menjadi merah merona. Apalagi gerakan
tangannya yang meremas-remas payudaranya yang tak sebegitu besar hingga
kaos yang dikenakannya tertarik-tarik keatas.
"Auhh.. ehh.. ehh.." desau Pri sembari memejamkan mata rapat-rapat.
Spontan birahiku bangkit memandang gerakan Pri yang bagai haus cinta.
Segera aku letakkan dua piring mie di atas meja lalu aku menghampiri Pri
dan memeluknya dari belakang.
"Eh.. Din, apa-apaan kamu ini?" tanya Pri kaget.
"Aku hanya ingin membantumu saja, Pri." jawabku sambil meremas-remas
buah dadanya.
"Aahh.. Diin.. sudah aduuh.. ennaak.. gilaa.."
Tangan Pri mencoba mengusir jemariku. Tapi jemariku sudah mencengkeram
kedua buah dadanya dan meremasnya dengan penuh perasaan. Tinggalah Pri
merasakan kenikmatan itu dengan desisan-desisan halus. Aku pelintir
kedua puting susunya kemudian aku koyak-koyak ke kanan dan ke kiri. Pri
menjambak rambutku dengan desahan yang panjang.
"Aaahh.. achh.. Diinn eennaakk.. sshh.."
"Lepasin kaosnya Prii.." pintaku kemudian.
Pri melepas kaosnya, juga celana pendeknya (kebetulan nih). Akupun
segera melepas semua pakaianku kecuali CD. Kemudian aku peluk Pri yang
masih di bawah kendaliku itu. Aku remas kembali buah dadanya yang masih
terbungkus bra. Aku matikan layar TV karena kupikir Pri sudah dalam
kendaliku sepenuhnya. Lalu tanganku bergerak ke punggung Pri dan
berusaha membuka pengait bra itu. Sesudah berhasil melepas pengait
branya tanganku kian bebas membelai dan meremas buah dadanya yang
mengeras. Sementara tanganku bergerilya di kedua bukit bengkaknya,
bibirku pun menciumi leher Pri. Pri mendesah tak tahan mendapat
perlakuanku itu.
"Haahh.. kenyotin payudaraku kayak di film tadi Diinn.. please.."
Aku lepas branya lalu aku tarik tubuh Pri agar menindihku. Dalam posisi
menungging Pri menjejalkan susunya ke dalam mulutku. Aku jilati saja
ujung putingnya membuat Pri bergelinjangan geli. Lidahku menari-nari
mempermainkan puting susu Pri yang bergelantungan tepat di depan
wajahku.
"Ddiinn.. dikenyot dong.. jangan siksa akuu hoohh.." desahnya ketika
puting kanannya aku himpit dengan kedua bibirku.
"Uuhh.. Diinn gelii.. ouuhh.."
Pri menyodokkan payudaranya ke dalam mulutku lalu aku kenyot-kenyot
payudaranya dengan hisapan-hisapan yang kuat. Pri melenguh-lenguh
keenakan, demikianpun aku yang merasakan remasan jemari Pri di
payudaraku. Aku balik tubuhnya hingga kini posisiku berada di atasnya.
Aku kenyot terus payudara Pri yang sudah membengkak dengan hiasan
putingnya yang keras coklat kemerah-merahan dan sangat menggemaskan.
"Aduuhh.. Diinn.. kayaknya aku kebelet kencing nih.." rintihnya.
"Keluarin aja Prii.. kamu horny banget sayy.." jawabku disela-sela
penthilnya.
"Auhg.. aku nggak tahan.. eeghh.. hohh.. Din aku keluar betulan..
hoohh.. uuhh.. aach..!!"
Viagra Pri menyembur dari lubang kenikmatannya dalam jumlah banyak. Aku
segera melepaskan CDnya lalu menjilati viagra Pri yang membludak di
kemaluannya. Pri menjerit-jerit tertahan ketika vaginanya aku hisap
kuat-kuat. Rambut kemaluan Pri yang sama keritingnya dengan rambut
kepalanya terbungkus aroma khas yang menambah nikmat hisapanku.
"Hhmm.. rasanya legit banget aacchh.."
"Ogghh.. terus sayang.. nikmat sayang.. oogghh.. oogghh.. yeeaahh..
nikmat sayang.. terus sayangg.."
Erangan demi erangan kami mengalahkan hujan badai malam itu. Tak lagi
peduli dengan atap yang bocor ataupun kilat yang menggelegar-gelegar.
Yang ada hanya kenikmatan demi kenikmatan yang kami reguk bersama. Tak
ada kata istirahat dalam kamusku, segera aku minta Pri mengulum kedua
buah dadaku yang telah lama meminta-minta. Hisapan-hisapan Pri yang
masih lugu membuatku semakin menggelepar nikmat. Lalu Pri mengoral
vaginaku yang berlendir dan lengket. Disingkapnya CDku lalu
diregangkannya selangkanganku kemudian dilumatnya vaginaku yang sudah
becek. Dihisapnya klitku yang berdenyut-denyut hingga membuatku
terengah-engah kehilangan nafas.
"Prrii.. sshh.. Aaahh..ttrruuss.. sshh.." erangku.
Pri memasukkan jari telunjuknya ke dalam liang senggamaku dan slep!
Telunjuk itu masuk dan erus digoyang-goyang olehnya.
"Kocok sayy.. tusuk aahh tarik hoohh.."
Aku nikmati sedalam-dalamnya kenikmatan ini, dan nampaknya Pri yang
tampan juga menikmatinya. Lalu tubuhku menegang, lava kenikmatanku
mengedor-gedor dan suurr.. surr.. aku merasakan keindahan dan kelegaan
yang luar biasa.
Kami menghempaskan tubuh di lantai dingin itu. Keringat kami membanjir
beraroma erotis. Aku pandangi Pri yang menerawang jauh. Aku dapati juga
tubuh cewek berwajah tampan itu! Seperti bercinta dengan Nicolas Saputra
saja.
"Makasih ya Pri. Aku lega banget, sensasinya luar biasa." kataku.
Pri hanya diam memandang entah kemana. Aku tahu mungkin dia bingung dan
resah dengan apa yang kami lakukan barusan. Tapi aku tak mau dia
berlarut-larut sedih. Tanpa sepengetahuannya aku ambilkan wortel dan oil
pelumas dari kamarku. Lalu aku mulai membangkitkan birahinya kembali.
Aku tindih Pri lalu aku cumbui bibirnya yang sedikit tebal. Aku lumat
bibirnya dan sekali-kali aku gigit bibir bawahnya membuat Pri
sekali-kali mengaduh. Lidah kami bertarung dan Pri pun kembali
menyerangku dengan panas. Kuat pagutan Pri di bibir dan leherku
berganti-ganti. Lalu bibirku menurun menyapu setiap inchi lehernya lalu
menghisapnya kuat-kuat hingga meninggalkan bekas merah. Lalu kembali aku
kenyot puting susunya bergantian sambil aku gigit pinggiran payudaranya
membuat Pri merintih-rintih. Lidahku kemudian menjilati pusarnya lalu
turun ke bagian tersensitifnya.
"Auuhh.. aahh.." desahnya ketika lidahku menyusuri lipatan dalam
vaginanya yang sempit.
Aku sibak vaginanya dengan jari tanganku lalu aku pencet-pencet
klitorisnya yang menyembul sebesar kacang. Lalu aku hisap daging mungil
itu sekuat tenaga.
"Aaahh.. sstthh.. oohh..!" rintihan kenikmatannya terdengar nyaris
seperti jeritan.
Aku renggangkan selakangannya lalu aku taruh bantal dibawah pinggulnya.
Setelah itu aku siapkan wortelku yang telah licin oleh oil pelumas.
"Aaach.." rintihnya ketika ujung kepala wortel menyentuh bibir
kemaluannya.
Aku bimbing wortel itu memasuki lorong kawinnya dan kudorong sedikit,
Pri menjerit. Kutekan lagi, dia memekik. Dan kutekan terus walau sukar.
Tak kupedulikan rintihannya. Otot selakangannya meregang. Dengan penuh
keyakinan kutambah tenaga doronganku. Bless! Krak! Selaput daranya
jebol. Pri menjerit keras,
"Acchh.. sshh..!!" Darah merembes di sela-sela batang wortel.
Aku diamkan sejenak membuat Pri merintih. Lalu kukayuh gagang wortel
yang tinggal tiga centi itu penuh irama. Naik dan turun. Tarik dan
dorong. Rintihan dan jeritannya seakan tak kupedulikan.
Rintihan-rintihan kesakian itu lama-lama berganti erangan kenikmatan
yang luar biasa. Dengan menahan rasa sakit dia menggerakkan pinggulnya.
Memutar dan memutar. Mengikuti irama yang aku ciptakan. Sesekali
menyentak tubuhnya sambil terus memeras-meras susunya sendiri.
"Aaduuh Diinn aku nggak tahan lagi ingin keluar.. aduuh saayy.. eennaakk
teerruuss.. yang cepat sshh.. aahh.. ".
Sssuurr.. ssuurr.. kami orgasme lagi untuk kedua kalinya. Rasa lelah dan
nikmat berbaur menjadi satu.
Hujan telah reda. Kami saling membasuh tubuh di kamar mandi sambil
mencubit-cubit nakal, walau tak sampai mengulangi petualangan barusan.
Lalu kami kembali ke ruang tengah dan memakan mie goreng yang telah
dingin penuh dengan kemesraan.
E N D