- Home >
- Ngentot Penumpang Kenalan di Bus kota
Posted by : NashGore
Minggu, 04 Desember 2016
Aku (sebut
saja Aswin), umur hanpir 40 tahun, postur tubuh biasa saja, seperti
rata-rata orang Indonesia, tinggi 168 cm, berat 58 kg, wajah lumayan
(kata ibuku), kulit agak kuning, seorang suami dan bapak satu anak kelas
satu Sekolah Dasar. Selamat mengikuti pengalamanku. Cerita yang aku
paparkan berikut ini terjadi hari Senin. Hari itu aku berangkat kerja
naik bis kota (kadang-kadang aku bawa mobil sendiri). Seperti hari Senin
pada umumnya bis kota terasa sulit. Entah karena armada bis yang
berkurang, atau karena setiap Senin orang jarang membolos dan berangkat
serentak pagi-pagi. Setelah hampir satu jam berlari ke sana ke mari,
akhirnya aku mendapatkan bis. Dengan nafas ngos-ngosan dan mata kesana
kemari, akhirnya aku mendapat tempat duduk di bangku dua yang sudah
terisi seorang wanita. Kuhempaskan pantat dan kubuang nafas pertanda
kelegaanku mendapatkan tempat duduk, setelah sebelumnya aku
menganggukkan kepala pada teman dudukku.

Ngentot Penumpang Kenalan di Bus kota
Karena
lalu lintas macet dan aku lupa tidak membawa bacaan, untuk mengisi waktu
dari pada bengong, aku ingin menegur wanita di sebelahku, tapi
keberanianku tidak cukup dan kesempatan belum ada, karena dia lebih
banyak melihat ke luar jendela atau sesekali menunduk. Tiba-tiba ia
menoleh ke arahku sambil melirik jam tangannya. "Mmacet sekali ya?"
katanya yang tentu ditujukan kepadaku. "Biasa Mbak, setiap Senin begini.
Mau kemana?" sambutku sekaligus membuka percakapan. "Oh ya. Saya dari
Cikampek, habis bermalam di rumah orang tua dan mau pulang ke Pondok
Indah," jawabnya. Belum sempat aku buka mulut, ia sudah melanjutkan
pembicaraan, "Kerja dimana Mas?" "Daerah Sudirman," jawabku. Obrolan
terus berlanjut sambil sesekali aku perhatikan wajahnya. Bibirnya tipis,
pipinya halus, dan rambutnya berombak. Sedikit ke bawah, dadanya tampak
menonjol, kenyal menantang. Aku menelan ludah. Kuperhatikan jarinya
yang sedang memegang tempat duduk di depan kami, lentik, bersih terawat
dan tidak ada yang dibiarkan tumbuh panjang. Dari obrolannya keketahui
ia (sebut saja Mamah) seorang wanita yang kawin muda dengan seorang duda
beranak tiga dimana anak pertamanya umurnya hanya dua tahun lebih muda
darinya. Masa remajanya tidak sempat pacaran. Karena waktu masih sekolah
tidak boleh pacaran, dan setelah lulus dipaksa kawin dengan seorang
duda oleh orang tuanya. Sambil bercerita, kadang berbisik ke telingaku
yang otomatis dadanya yang keras meneyentuh lengan kiriku dan di dadaku
terasa seer! Sesekali ia memegangi lenganku sambil terus cerita tentang
dirinya dan keluarganya. "Pacaran asyik ya Mas?" tanyanya sambil
memandangiku dan mempererat genggaman ke lenganku. Lalu, karena
genggaman dan gesekan gunung kembar di lengan kiriku, otakku mulai
berpikiran jorok. "Kepingin ya?" jawabku berbisik sambil mendekatkan
mulutku ke telinganya. Ia tidak menjawab, tapi mencubit pahaku. Tanpa
terasa bis sudah memasuki terminal Blok M, berarti kantorku sudah
terlewatkan. Kami turun. Aku bawakan tasnya yang berisi pakaian menuju
kafetaria untuk minum dan meneruskan obrolan yang terputus. Kami memesan
teh botol dan nasi goreng. Kebetulan aku belum sarapan dan lapar.
Sambil menikmati nasi goreng hangat dan telor matasapi, akhirnya kami
sepakat mencari hotel. Setelah menelepon kantor untuk minta cuti sehari,
kami berangkat. Sesampai di kamar hotel, aku langsung mengunci pintu
dan menutup rapat kain horden jendela. Kupastikan tak terlihat siapapun.
Lalu kulepas sepatu dan menghempaskan badan di kasur yang empuk.
Kulihat si Mamah tak tampak, ia di kamar mandi. Kupandangi langit-langit
kamar, dadaku berdetak lebih kencang, pikiranku melayang jauh tak
karuan. Senang, takut (kalau-kalau ada yang lihat) terus berganti.
Tiba-tiba terdengar suara tanda kamar mandi dibuka. Mamah keluar, sudah
tanpa blaser dan sepatunya. Kini tampak di hadapanku pemandangan yang
menggetarkan jiwaku. Hanya memakai baju putih tipis tanpa lengan. Tampak
jelas di dalamnya BH hitam yang tak mampu menampung isinya, sehingga
dua gundukan besar dan kenyal itu membentuk lipatan di tengahnya. Aku
hanya bisa memandangi, menarik nafas serta menelan ludah. Mungkin ia
tahu kalau aku terpesona dengan gunung gemburnya. Ia lalu mendekat ke
ranjang, melatakkan kedua tangannya ke kasur, mendekatkan mukanya ke
mukaku, "Mas.." katanya tanpa melanjutkan kata-katanya, ia merebahkan
badan di bantal yang sudah kusiapkan. Aku yang sudah menahan nafsu sejak
tadi, langsung mendekatkan bibirku ke bibirnya. Kami larut dalam
lumat-lumatan bibir dan lidah tanpa henti. Kadang berguling, sehingga
posisi kami bergantian atas-bawah. Kudekap erat dan kuelus punggungnya
terasa halus dan harum. Posisi ini kami hentikan atas inisiatifku,
karena aku tidak terbiasa ciuman lama seperti ini tanpa dilepas
sekalipun. Tampak ia nafsu sekali. Aku melepas bajuku, takut kusut atau
terkena lipstik. Kini aku hanya memakai CD. Ia tampak bengong memandangi
CD-ku yang menonjol. "Lepas aja bajumu, nanti kusut," kataku. "Malu
ah.." katanya. "Kan nggak ada yang lihat. Cuma kita berdua," kataku
sambil meraih kancing paling atas di punggungnya. Dia menutup dada
dengan kedua tangannya tapi membiarkan aku membuka semua kancing.
Kulempar bajunya ke atas meja di dekat ranjang. Kini tinggal BH dan
celana panjang yang dia kenakan. Karena malu, akhirnya dia mendekapku
erat-erat. Dadaku terasa penuh dan empuk oleh susunya, nafsuku naik lagi
satu tingkat, "burung"-ku tambah mengencang. Dalam posisi begini, aku
cium dan jilati leher dan bagian kuping yang tepat di depan bibirku.
"Ach.. uh.." hanya itu yang keluar dari mulutnya. Mulai terangsang,
pikirku. Setelah puas dengan leher dan kuping kanannya, kepalanya
kuangkat dan kupindahkan ke dada kiriku. Kuulangi gerakan jilat leher
dan pangkal kuping kirinya, persis yang kulakukan tadi. Kini erangannya
semakin sering dan keras. "Mas.. Mas.. geli Mas, enak Mas.." Sambil
membelai rambutnya yang sebahu dan harum, kuteruskan elusanku ke bawah,
ke tali BH hingga ke pantatnya yang bahenol, naik-turun. Selanjutnya
gerilyaku pindah ke leher depan. Kupandangi lipatan dua gunung yang
menggumpal di dadanya. Sengaja aku belum melepas BH, karena aku sangat
menikmati wanita yang ber-BH hitam, apalagi susunya besar dan keras
seperti ini. Jilatanku kini sampai di lipatan susu itu dan lidahku
menguas-nguas di situ sambil sesekali aku gigit lembut. Kudengar ia
terus melenguh keenakan. Kini tanganku meraih tali BH, saatnya kulepas,
ia mengeluh, "Mas.. jangan, aku malu, soalnya susuku kegedean," sambil
kedua tangannya menahan BH yang talinya sudah kelepas. "Coba aku lihat
sayang.." Kataku memindahkan kedua tangannya sehingga BH jatuh, dan
mataku terpana melihat susu yang kencang dan besar. "Mah.. susumu bagus
sekali, aku sukaa banget," pujiku sambil mengelus susu besar menantang
itu. Putingnya hitam-kemerahan, sudah keras. Kini aku bisa memainkan
gunung kembar sesukaku. Kujilat, kupilin putingnya, kugigit, lalu
kugesek-gesek dengan kumisku, Mamah kelojotan, merem melek, "Uh.. uh..
ahh.." Setelah puas di daerah dada, kini tanganku kuturunkan di daerah
selangkangan, sementara mulut masih agresif di sana. Kuusap perlahan
dari dengkul lalu naik. Kuulangani beberapa kali, Mamah terus mengaduh
sambil membuka tutup pahanya. Kadang menjepit tangan nakalku. Semua ini
kulakukan tahap demi tahap dengan perlahan. Pertimbanganku, aku akan
kasih servis yang tidak terburu-buru, benar-benar kunikmati dengan
tujuan agar Mamah punya kesan berbeda dengan yang pernah dialaminya.
Kuplorotkan celananya. Mamah sudah telanjang bulat, kedua pahanya
dirapatkan. Ekspresi spontan karena malu. Kupikir dia sama saja
denganku, pengalaman pertama dengan orang lain. Aku semakin bernafsu.
Berarti di hadapanku bukan perempuan nakal apalagi profesional. Kini
jari tengahku mulai mengelus perlahan, turun-naik di bibir vaginanya.
Perlahan dan mengambang. Kurasakan di sana sudah mulai basah meski belum
becek sekali. Ketika jari tengahku mulai masuk, Mamah mengaduh, "Mas..
Mas.. geli.. enak.. terus..!" Kuraih tangan Mamah ke arah selangkanganku
(ini kulakukan karena dia agak pasif. Mungkin terbiasa dengan suami
hanya melakukan apa yang diperintahkan saja). "Mas.. keras amat.. Gede
amat?" katanya dengan nada manja setelah meraba burungku. "Mas.. Mamah
udah nggak tahan nikh, masukin ya..?" pintanya setengah memaksa, karena
kini batangku sudah dalam genggamannya dan dia menariknya ke arah
vagina. Aku bangkit berdiri dengan dengkul di kasur, sementara Mamah
sudah dalam posisi siap tembak, terlentang dan mengangkang. Kupandangi
susunya keras tegak menantang. Ketika kurapatkan "senjataku" ke
vaginanya, reflek tangan kirinya menangkap dan kedua kakinya diangkat.
"Mas.. pelan-pelan ya.." Sambil memejamkan mata, dibimbingnya burungku
masuk ke sarang kenikmatan yang baru saja dikenal. Meski sudah basah,
tidak juga langsung bisa amblas masuk. Terasa sempit. Perlahan
kumasukkan ujungnya, lalu kutarik lagi. Ini kuulangi hingga empat kali
baru bisa masuk ujungnya. "Sret.. sret.." Mamah mengaduh, "Uh.. pelan
Mas.. sakit.." Kutarik mundur sedikit lagi, kumasukkan lebih dalam,
akhirnya.. "Bles.. bles.." barangku masuk semua. Mamah langsung
mendekapku erat-erat sambil berbisik, "Mas.. enak, Mas enak.. enak
sekali.. kamu sekarang suamiku.." Begitu berulang-ulang sambil
menggoyangkan pinggul, tanpa kumengerti apa maksud kata "suami". Mamah
tiba-tiba badannya mengejang, kulihat matanya putih, "Aduuh.. Mas..
aku.. enak.. keluaar.." tangannya mencengkeram rambutku. Aku hentikan
sementara tarik-tusukku dan kurasakan pijatan otot vaginanya mengurut
ujung burungku, sementara kuperhatikan Mamah merasakan hal yang sama,
bahkan tampak seperti orang menggigil. Setelah nafasnya tampak tenang,
kucabut burungku dari vaginanya, kuambil celana dalamnya yang ada di
sisi ranjang, kulap burungku, juga bibir vaginanya. Lantas kutancapkan
lagi. Kembali kuulangi kenikmatan tusuk-tarik, kadang aku agak
meninggikan posisiku sehingga burungku menggesek-gesek dinding atas
vaginanya. Gesekan seperti ini membuat sensasi tersendiri buat Mamah,
mungkin senggamanya selama ini tak menyentuh bagian ini. Setiap kali
gerakan ini kulakukan, dia langsung teriak, "Enak.. terus, enak terus..
terus.." begitu sambil tangannya mencengkeram bantal dan memejamkan
mata. "Aduuhm Mas.. Mamah keluar lagi niikh.." teriaknya yang kusambut
dengan mempercepat kocokanku. Tampak dia sangat puas dan aku merasa
perkasa. Memang begitu adanya. Karena kalau di rumah, dengan istri aku
tidak seperkasa ini, padahal aku tidak pakai obat atau jamu kuat.
Kurasakan ada sesuatu yang luar biasa. Kulirik jam tanganku, hampir satu
jam aku lakukan adegan ranjang ini. Akhirnya aku putuskan untuk terus
mempercepat kocokanku agar ronde satu ini segera berakhir. Tekan, tarik,
posisi pantatku kadang naik kadang turun dengan tujuan agar semua
dinding vaginanya tersentung barangku yang masih keras. Kepala penisku
terasa senut-senut, "Mah.. aku mau keluar nikh.." kataku. "He.. eeh..
terus.. Mas, aduuh.. gila.. Mamah juga.. Mas.. terus.. terus.." "Crot..
crot.." maniku menyemprot beberapa kali, terasa penuh vaginanya dengan
maniku dan cairannya. Kami akhiri ronde pertama ini dengan klimaks
bareng dan kenikmatan yang belum pernah kurasakan. Satu untukku dan tiga
untuk Mamah. Setelah bersih-bersih badan, istirahat sebentar, minum
kopi, dan makan makanan ringan sambil ngobrol tentang keluarganya lebih
jauh. Mamah semakin manja dan tampak lebih rileks. Merebahkan kepalanya
di pundakku, dan tentu saja gunung kembarnya menyentuh badanku dan
tangannya mengusap-usap pahaku akhirnya burungku bangun lagi. Kesempatan
ini dipergunakan dengan Mamah. Dia menurunkan kepalanya, dari dadaku,
perut, dan akhirnya burungku yang sudah tegang dijilatinya dengan rakus.
"Enak Mas.. asin gimana gitu. Aku baru sekali ini ngrasain begini,"
katanya terus terang. Tampak jelas ia sangat bernafsu, karena nafasnya
sudah tidak beraturan. "Ah.." lenguhnya sambil melepas isapannya. Lalu
menegakkan badan, berdiri dengan dengkul sebagai tumpuan. Tiba-tiba
kepalaku yang sedang menyandar di sisi ranjang direbahkan hingga
melitang, lalu Mamah mengangkangiku. Posisi menjadi dia persis di atas
badanku. Aku terlentang dan dia jongkok di atas perutku. Burungku tegak
berdiri tepat di bawah selangkangannya. Dengan memejamkan mata, "Mas..
Mamah gak tahaan.." Digenggamnya burungku dengan tangan kirinya, lalu
dia menurunkan pantatnya. Kini ujung kemaluanku sudah menyentuh bibir
vaginanya. Perlahan dan akhirnya masuk. Dengan posisi ini kurasakan,
benar-benar kurasakan kalau barang Mamah masih sempit. Vagina terasa
penuh dan terasa gesekan dindingnya. Mungkin karena lendir vaginanya
tidak terlalu banyak, aku makin menikmati ronde kedua ini. "Aduuh.. Mas,
enak sekali Mas. Aku nggak pernah sepuas ini. Aduuh.. kita suami istri
kan?" lalu.. "Aduuh.. Mamah enak Mas.. mau keluar nikh.. aduuh.."
katanya sambil meraih tanganku diarahkan ke susunya. Kuelus, lalu
kuremas dan kuremas lagi semakin cepat mengikuti, gerakan naik turun
pantatnya yang semakin cepat pula menuju orgasme. Akhirnya Mamah
menjerit lagi pertanda klimaks telah dicapai. Dengan posisi aku di
bawah, aku lebih santai, jadi tidak terpancing untuk cepat klimaks.
Sedangkan Mamah sebaliknya, dia leluasa menggerakkan pantat sesuai
keinginannya. Adegan aku di bawah ini berlangsung kurang lebih 30 menit.
Dan dalam waktu itu Mamah sempat klimaks dua kali. Sebagai penutup,
setelah klimaks dua kali dan tampak kelelahan dengan keringat sekujur
tubuhnya, lalu aku rebahkan dia dengan mencopot burungku. Setelah kami
masing-masing melap "barang", kumasukkan senjataku ke liang
kenikmatannya. Posisinya aku berdiri di samping ranjang. Pantatnya
persis di bibir ranjang dan kedua kakinya di pundakku. Aku sudah siap
memulai acara penutupan ronde kedua. Kumulai dengan memasukkan burungku
secara perlahan. "Uuh.." hanya itu suara yang kudengar.
Kumaju-mundurkan, cabut-tekan, burungku. Makin lama makin cepat, lalu
perlahan lagi sambil aku ambil nafas, lalu cepat lagi. Begitu
naik-turun, diikuti suara Mamah, "Hgh.. hgh.. " seirama dengan
pompaanku. Setiap kali aku tekan mulutnya berbunyi, "Uhgh.." Lama-lama
kepala batanganku terasa berdenyut. "Mah.. aku mau keluar nikh.." "Yah..
pompa lagi.. cepat lagi.. Mamah juga Mas.. Kita bareng ya.. ya..
terus.." Dan akhirnya jeritan.. "Aaauh.." menandai klimaksnya, dan
kubalas dengan genjotan penutup yang lebih kuat merapat di bibir vagina,
"Crot.. crott.." Aku rebah di atas badannya. Adegan ronde ketiga ini
kuulangi sekali lagi. Persis seperti ronde kedua tadi. Pembaca, ini
adalah pengalaman yang luar biasa buat saya. Luar biasa karena
sebelumnya aku tak pernah merasakan sensasi se-luar biasa dan senikmat
ini. Setelah itu kami tidak pernah bertemu lagi, meski aku tahu
alamatnya. Kejadian ini membuktikan, seperti yang pernah kubaca, bahwa
selingkuh yang paling nikmat dan akan membawa kesan mendalam adalah yang
dilakukan sekali saja dengan orang yang sama. Jangan ulangi lagi
(dengan orang yang sama), sensasinya atau getarannya akan berkurang. Aku
kadang merindukan saat-saat seperti ini. Selingkuh yang aman seperti
ini. TAMAT